Pendidikan akan terlaksana dengan baik jika tripartite pendidikan dapat bersinergi untuk mencapai tujuan bersama. Tripartite atau tiga pihak itu adalah sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Tanpa bekerja sama, mustahil visi dan misi sekolah tercapai.
Dalam banyak hal, masyarakat terlalu sering membebani sekolah dengan tujuan-tujuan yang terlalu berlebihan. Sekolah harus bermutu, fasilitas harus lengkap, guru harus bergelar minimal S2, bebas alias sekolah gratis dan lain-lain. Anggapan demikian seakan kita berada di alam mimpi. Mustahil keinginan itu tercapai. Ini disebabkan lima kesalahan orang tua kepada sekolah.
Kesalahan Pertama: Sekolah Murah
Bagaimana mungkin akan mendapat pendidikan murah jika orang tua berkeinginan agar sekolah mempunyai sarana-prasarana lengkap. Darimana akan mendapatkan semua fasilitas itu, mencuri? Masyarakat harus berpikir bijak agar kesalahan itu tidak dilakukan.
Mana ada barang bagus bernilai murah. Sekolah itu memerlukan biaya yang luar biasa banyaknya. Semua komponen itu harus dibayar: dari terkecil (listrik - pembangunan gedung). Terlebih, sekolah dengan standar di atas rerata. Jadi, masyarakat jangan bermimpi akan mendapatkan sekolah murah dengan kualitas pendidikan yang baik. Mimpi itu….!!!
Kesalahan Kedua: Beban Guru
Masyarakat beranggapan bahwa tugas guru itu hanya mengajar. Itu salah besar. Tugas guru itu ada lima yang tercantum dalam tupoksi-nya (tugas pokok dan fungsinya). Kelima tugas itu adalah menyusun perencanaan pembelajaran, melaksanakannya, mengevaluasinya, menyusun penilaian, dan melaksanakan remedial. Jadi, tugas guru itu tidak ringan.
Untuk dapat melaksanakan kelima tupoksi di atas, seorang guru harus rajin dan cerdas mengatur waktu. Tidak ada guru nganggur kalau ia benar-benar guru. Sejak menyusun perencanaan hingga melaksanakan perbaikan (remedial), seorang guru harus berjibaku dengan segalanya. Ini akan menjadi semakin berat jika seorang guru mendapat tugas sampingan, seperti menjadi wakil kepala sekolah, coordinator kegiatan, walikelas dan lain-lain. Wahai masyarakat, sadarilah kondisi ini…..!!!
Kesalahan Ketiga: Alokasi Waktu Pendidikan
Selama ini, masyarakat langsung menyerahkan pendidikan anaknya ke sekolah (baca: guru). Begitu anak di sekolah, masyarakat langsung memasrahkan kualitas pendidikan tanpa mau bekerja sama. Ini adalah kesalahan terberat dan terbesar masyarakat kepada sekolah.
Sehari itu ada 24 jam. Anak berada di sekolah interval 5-7 jam/ hari. Artinya, sisa waktu sekitar 19-17 jam digunakan anak di rumah. Jika memperhatikan persentase jumlah waktu, anak lebih banyak di rumah daripada di sekolah. Lalu, mengapa orang tua membebankan pendidikan seluruhnya kepada sekolah? Seharusnya masyarakat berpikir bijak dengan kondisi ini!
Kesalahan Keempat: Buku Gratis
Coba Anda bandingkan, Anda ke kamar kecil saja harus membayar Rp 1000. Sekarang, Anak Anda bersekolah. Apakah Anda akan meminta kegratisan juga untuk semuanya, termasuk buku? Malulah. Masyarakat harus menyadari bahwa buku itu wajib dimiliki anak agar tujuan pendidikan tercapai. Mustahil tujuan itu tercapai jika alatnya saja tidak dipunyai anak.
Terlepas dari bisnis buku, aku berpijak pada kondisi nyata. Masyarakat selalu berkeinginan agar sekolah mengusahakan buku murah-berkualitas. Mana ada itu? Kalau ingin anaknya pintar, ya belikanlah buku yang berkualita pula. Membeli mobil bagus saja selalu tersedia duit, untuk membeli buku saja beralasan tak ada duit. Itu namanya menipu anak!
Kesalahan Kelima: Tanggung Jawab
Seiring dengan kemajuan iptek, orang tua sudah merasa tertunaikan tugasnya sebagai orang tua. Masyarakat selalu menyerahkan tanggung jawab moral anaknya kepada sekolah. Setelah itu, masyarakat tak lagi menghiraukan kelakuan anaknya. Wah, ini namanya bunuh diri!
Tanggung jawab pendidikan anak itu tetap menjadi tanggung jawab orang tua. Sekolah dan pemerintah hanya menjadi fasilitator pendidikan. Jadi, tindakan asusila siswa di luar sekolah, itu menjadi kesalahan orang tua yang menyerahkan pendidikan anaknya secara totalitas. Di rumah dan di lingkungan, orang tua harus memikul tanggung jawab itu seraya mengawasi dan mengarahkan segala bentuk penyimpangan anaknya. Jangan menyerahkan tanggung jawab anak kepada sekolah semata . Memang itu anak siapa? Kepada anaknya kok lupa tanggung jawabnya…!!!
Demikian kisah tulisan pagi ini. Tulisan ini terinpirasi dari diskusi ringan dengan rekan kemarin. Semoga isi tulisan di atas membuka mata hati orang tua. Amin. Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar